Selasa, 16 Desember 2008

Strategi Retailer Handphone di Yogyakarta

Pada awal tahun 2000, di Yogyakarta banyak bermunculan retailer-retailer handphone yang lebih terkenal dengan sebutan “konter”. Diawali dari perdagangan handphone bekas di Pasar Klithikan di sepanjang trotoar jalan Mangkubumi. Kemudian berkembang dengan pembukaan phone market di Ramai Mall Malioboro, Jogja Phone Market di gedung ex BDNI dan sepanjang jalan Gejayan Yogyakarta. Sampai saat ini terdapat banyak sentra perdagangan handphone baru maupun bekas di Yogyakarta, antara lain, Jogjatronik Phone Market, Gelael Phone Market, dan Ambarukmo Phone Market, Beringharjo Phone Market, Saphir Square Phone Market, serta beberapa cluster retailer handphone di sepanjang jalan Gejayan dan Glagahsari Yogyakarta.
Dalam bisnis handphone biasanya terkait dengan bisnis isi ulang pulsa, kartu perdana dan assesoris handphone. Masing-masing merupakan entitas bisnis tersendiri tetapi untuk retailer yang masih baru atau dengan modal kecil, biasanya menggabungkan keempat bisnis tersebut.
Dalam bisnis handphone sendiri masih bisa dibagi menjadi 3 kategori bisnis, yaitu:
1. Bisnis handphone bekas
2. Bisnis handphone baru
3. Bisnis gadai handphone
Di Yogyakarta, ada beberapa retailer handphone yang fokus pada satu kategori bisnis diatas, maupun menggabungkan 2 sampai 3 kategori sekaligus.
Sedangkan dalam bisnis isi ulang pulsa, biasanya berbarengan dengan bisnis penjualan kartu perdana karena peraturan dari operator selular memang menjual paket isi ulang pulsa dan kartu perdana. Bisnis ini memiliki prospek yang cerah karena kebutuhan isi ulang ulang pulsa sudah seperti kebutuhan pokok buat sebagian masyarakat tetapi tingkat persaingannya sangat ketat, bahkan bisa dikatakan sudah masuk kategori pasar persaingan sempurna (perfect competition market). Beberapa contoh wholesaler bisnis ini di Yogyakarta adalah Masterlink, Komunika, dan 3C-Tronik, sedangkan retailernya meliputi seluruh jaringan gerai isi ulang pulsa mulai dari yang ada di supermarket sampai di pinggir jalan.
Yang terakhir adalah bisnis assesoris. Bisnis ini menjual perlengkapan dan assesoris handphone termasuk spare partnya. Beberapa retailer assesoris yang terkenal di Yogyakarta adalah S-Cell, Novo Cell dan Dazzel.
A. Prospek Bisnis Handphone di Yogyakarta
Bisnis handphone pada awal tahun 2000 sangat menguntungkan karena pada saat itu belum ada kompetisi yang ketat dalam berjualan handphone. Sebagai contoh salah satu retailer yang sudah mulai terjun di retailer handphone adalah MaCell, pada awal tahun 2001 Macell bisa menjual handphone baru rata-rata per hari 75-125 buah, dengan marjin keuntungan rata-rata 50-100 ribu. Jadi dalam sehari keuntungan satu konter Macell sebesar 3,75 juta – 12,5 juta per hari. Marjin keuntungan yang besar ini menyebabkan banyaknya pedagang baru yang masuk ke bisnis ini, seperti OGOT Cell, Visitel,Jaya Phone, Mackindo, dll.
Dengan dibukanya cluster perdagangan handphone seperti Jogja Phone Market di gedung ex BDNI, Ramai Mall Phone Market di Malioboro, dan cluster retailer handphone di sepanjang jalan Gejayan, maka makin banyak “follower” yang ikut terjun di bisnis ini. Pada akhir tahun 2003 saja sudah tercatat 73 angggota Asosiasi Perdagang Handphone Gejayan. Dengan makin banyaknya pemain baru yang masuk, maka terjadi pergeseran kompetisi pasar kearah pasar “monopolistic competition” dimana tiap-tiap retailer bisa menjual produk yang sama tetapi masih bisa membedakan (differentiate) dari yang lainnya, baik itu dari aspek layanan, harga, maupun kelengkapan variasi barang yang dijual (Marketing Management, P.Kotler,12th ed.)
Meskipun kompetisi sudah semakin ketat, masih terdapat celah keuntungan dalam bisnis ini jika retailer bisa menangkap celah peluang yang ada. Sebagai salah satu contohnya, Jaya Phone yang kantornya ada di daerah Gedongkuning Yogyakarta. Saat ini dia fokus menjadi wholesaler, dimana Jaya Phone membeli dalam partai besar berbagai macam tipe handphone baru yang laku di pasaran dan menjual kembali ke retailer-retailer. Anehnya harga penjualan Jaya Phone ke retailer pasti lebih rendah daripada harga dari distributor resmi ke retailer. Jaya Phone sekarang sudah berkembang pesat dengan menguasai pasar di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Di Jawa Tengah dia mempunyai jaringan sampai daerah Banyumas di sebelah barat dan daerah Rembang di sebelah timur Jawa Tengah. Jaya Phone berhasil menerapkan strategi low price, pemberian cash tempo (kredit lunak) kepada retailer, dan sistem jaringan distribusi yang kuat.
Contoh retailer handphone lainnya yang sukses adalah Brother Group, jaringan retailer handphone bekas terbesar di Yogyakarta. Retailer ini telah mempunyai puluhan cabang dan beberapa franchise gerai di Yogyakarta. Strategi yang diterapkan adalah low price dan iklan yang gencar di Koran lokal Kedaulatan Rakyat. Hampir tiap hari mereka memasang iklan kolom di Koran dengan penawaran harga yang miring (low cost strategy). Meskipun dari aspek pelayanan relatif kurang bagus dan terkesan apa adanya, tetapi masyarakat Yogyakarta cukup antusias untuk mendapatkan handphone bekas dengan harga murah. Sampai saat ini strategi ini cukup sukses diterapkan, hal ini ditandai dengan makin banyaknya jaringan retailer Brother Group dan sudah merambah daerah Klaten.
Contoh satu lagi adalah retailer Papyrus Mobile Phone Group. Mulai berdiri pada tahun 2004, saat ini sudah berkembang menjadi 7 cabang baru, masing-masing 3 gerai untuk segmen pasar high-end, 1 gerai untuk segmen pasar middle dan 3 gerai untuk segmen pasar low-end. Dengan strategi fleksibilas dan sistem pelayanan yang terstandarisasi, jaringan retailer ini mampu menghadirkan layanan penjualan handphone baru dan bekas kualitas bagus yang disesuaikan dengan segmen pasar yang dijadikan sasaran. Sebagai contoh untuk salah satu gerai Papyrus Mobile Phone yang ada di Gelael Phone Market, karena target marketnya adalah masyarakat kelas menengah keatas, maka counter ini menerapkan 2P yang berbeda dalam marketing konsep. Untuk “price” ditetapkan strategi harga yang standar, yaitu marjin 3-10% per item barang. “Place” juga disesuaikan dengan desain counter yang nyaman, pelayanan yang ramah, dimana pembeli akan diberikan pilihan berbagai alternatif pilihan barang, sistem garansi produk yang terstandarisasi dan akses yang mudah yaitu terletak di ex gedung Gelael di jalan Adi Sucipto Yogyakarta. Lain halnya dengan gerai Papyrus yang target pasarnya masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah, seperti gerai Papyrus yang ada di jalan Wates km 3, Bayeman Yogyakarta dan yang ada di Kotagede Yogyakarta. Gerai ini menerapkan strategi low price dan menyediakan layanan kredit dan gadai handphone, dan desain konter yang terbuka, seperti penjual kelontongan di pinggir jalan. Masyarakat di daerah pinggiran dengan penghasilan menengah ke bawah lebih suka memasuki gerai yang desainnya tidak tertutup, yang menandakan gerai tersebut tidak eksklusif, sehingga mereka lebih familier dan tidak ragu ketika datang ke gerai. Behavoiur masyarakatnya juga suka membeli barang dengan cara kredit, dan ketika mereka membutuhkan uang, mereka menggadaikan handphonenya untuk 1 minggu sampai 1 bulan. Dengan strategi yang bisa “identifying customer needs” dan menerapkannya, 1 gerai rata-rata bisa menghasilkan keuntungan 100 – 130 ribu sehari. Berikut ini disajikan data Balance Sheet dan Income Statement gerai Papyrus di Jalan Wates km.3, Bayeman, Yogyakarta, untuk periode bulan Juli 2008:
Balance Sheet
Aset Liabities and Equity
Handphone 10.000.000 Modal 25000000
Pulsa dan accessories 2.000.000
Sewa Tempat, 2 tahun 8.000.000
Etalase,kursi, dll 5.000.000
Total 25.000.000 Total 25000000

Income Statemen
Periode 1 Juli - 31 Juli 2008
Penjualan 87.655.400
Cost of Good Sold 81.230.600
Expenses 2.500.000
EBIT 3.924.800
Interest 0
Tax 0
Earning After Tax 3.924.800

Dari data diatas terlihat bahwa ROE (Return of Equity) untuk satu counter handphone bekas Papyrus sebesar 15,6% per bulan atau 188,4% per tahun.
Meskipun terdapat fluktuasi penjualan terutama tiap bulannya tetapi rata-rata ROE satu gerai handphone yang dikelola dengan strategi yang tepat berkisar antara 10 – 15% per bulan. Sebuah angka yang cukup besar dan masih menjadikan alasan banyak pemain baru masuk dalam bisnis ini. Di Yogyakarta, perkembangan bisnis ini terus berlangsung, dan sentra-sentra perdagangan handphone terus bermunculan seiiring dengan pembukaan beberapa mall baru. Di berbagai pelosok daerah Yogyakarta juga bermunculan pedagang-pedagang kecil yang menjual handphone sambil berjualan barang komplementernya yaitu kartu perdana, pulsa isi ulang dan assesoris handphone. Seperti yang terlihat di sepanjang jalan Imogiri, terdapat puluhan gerai handphone kecil yang berjualan pulsa isi ulang dan handphone bekas. Meskipun terlihat tidak ada strategi pemasaran yang diterapkan tetapi mereka melihat masih ada kue yang tersisa yang bisa dijadikan ladang bisnis dalam bisnis handphone ini.
B. Segmentasi Pasar
Ada dua pendekatan dalam segmentasi konsumen handphone di Yogyakarta, yaitu berdasarkan geographic segmentation dan demographic segmentation.
1. Geographic Segmentation
Dalam geographic segmentation, ada perbedaan karakteristik masyarakat yang berdomisili di pusat kota (Kodya Yogyakarta) dan daerah pinggiran kota (seperti Sleman, Bantul dan Kulonprogo). Berdasarkan pengalaman, untuk masyarakat Kodya Yogyakarta dan Sleman bagian utara, mereka cenderung familier untuk membeli handphone di sentra penjualan handphone seperti di mall dan sepanjang jalan Gejayan. Rata-rata masyarakat di daerah ini tidak segan untuk memasuki counter yang memiliki desain eksklusif,berpendingin ruangan dan tertutup kaca. Sedangkan untuk masyarakat Bantul dan Sleman bagian utara, mereka cenderung ragu-ragu untuk memasuki counter yang memiliki desain eksklusif, berpendingin ruangan dan tertutup kaca. Papyrus Mobile Phone Group pernah mencoba membuka cabang di daerah Kotagede dengan desain gerai eksklusif dan tertutup kaca serta dilengkapi dengan pendingin ruangan, dengan komposisi barang handphone baru 30% dan handphone bekas 70%, tetapi dalam 6 bulan pertama penjualannya tidak memuaskan. Akhirnya dicoba untuk mengubah dengan desain gerai terbuka, tanpa pendingin ruangan, dengan komposisi barang yang sama. Dalam 2 bulan setelah perubahan desain, angka penjualan meningkat 45-60%. Nah dari pengalaman inilah yang akhirnya memberikan pelajaran bahwa masyarakat pinggiran kota cenderung lebih suka gerai handphone dengan suasana tidak eksklusif sehingga mereka tidak segan untuk masuk kedalam gerai handphone.
2. Demographic Segmentation
Dalam demographic segmentation, yang terutama terlihat adalah dalam segi income (pendapatan masyarakat). Biasanya income segmentation dibagi dalam 2 kategori yaitu:
a. Pendapatan menengah keatas
b. Pendapatan menengah kebawah
Masing-masing kategori ini memiliki behavior yang berbeda-beda. Jika salah satu segmen pasar ini ingin dijadikan target market, maka harus dipersiapkan tipe jenis produk yang sesuai, komposisinya, desain gerai, standar layanan, fitur layanan, dan sebagainya. Sebagai contoh Visitel, yang ada di jalan Gejayan Yogyakarta, mereka memiliki target market masyarakat dengan pendapatan menengah keatas, jadi mereka menciptakan gerai dengan desain eksklusif, komposisi produk dengan tipe middle dan high end, standar layanan tertentu dan menyediakan layanan pembayaran dengan credit card. Meskipun harganya relatif mahal, tetapi konsumen mempunyai “value” yang lebih ketika membeli handphone disini.
C. Strategi Persaingan Retailer Handphone
Dalam menghadapi persaingan perdagangan handphone yang makin ketat, masing-masing pelaku bisnis berusaha mempertahankan market share mereka dengan menerapkan bebagai strategi marketing, diantaranya adalah:
1. Pricing strategy
2. Location and design Strategy
3. Product Composition Strategy
4. Promotion Strategy
Masing-masing pelaku bisnis secara sadar maupun tanpa disadari menerapkan salah satu maupun gabungan dari strategi pemasaran diatas. Berikut ini akan dibahas aplikasi dari masing-masing strategi marketing ini dalam bisnis handphone.
1. Pricing strategy
Dalam pricing strategy ini ada beberapa pelaku bisnis yang menerapkan low price strategy, seperti yang diterapkan oleh Brother Group. Mereka mengambil margin keuntungan yang kecil tetapi dengan kualitas garansi barang terbatas, dan biasanya mereka menggaransi barang yang dijual hanya selama 1 hari. Bandingkan dengan counter lain yang bisa menggaransi sampai 3 bulan untuk handphone yang sudah tidak mempunyai garansi langsung dari vendornya, atau masa garansi vendornya sudah habis. Dengan menerapkan low price strategy ini, Brother Group berhasil menjaring konsumen yang membutuhkan handphone bekas dengan harga miring meskipun kelengkapan dan garansinya terbatas. Sampai saat ini seperti yang terlihat di salah satu gerai Brother Group di selatan IAIN, cukup banyak menarik minat konsumen untuk membeli. Salah satu kelemahan strategi yang diterapkan oleh Brother group adalah:
a. Kekecewaan konsumen setelah membeli handphone dan ternyata tidak sesuai ekspektasi dan ada masalah dengan produk yang dibeli, sehingga konsumen tidak percaya lagi untuk membeli di gerai-gerai Brother Group.
b. Keseimbangan system demand and supply
Untuk handphone bekas, cukup sulit untuk menjaga agar stok barang selalu tersedia. Jadi resiko stockout akan selalu ada karena tidak mudah menyediakan tipe handphone tertentu selalu ada. Berbeda untuk handphone baru, berapapun kuantitas barang yang dibutuhkan akan selalu ada barangnya.
2. Location and Design Strategy
Location and design strategy disesuaikan dengan target market yang akan dituju oleh pelaku bisnis. Jika target marketnya adalah kelas menengah keatas, maka pelaku bisnis cenderung mencari lokasi di Phone Market, seperti Ambarukmo dan Ramai Mall Phone Market, atau di sepanjang jalan Gejayan dengan desain gerai yang eksklusif. Begitupula untuk pelaku bisnis yang memilih target market menengah ke bawah, maka pelaku bisnis bisa mencari lokasi di sepanjang jalan Glagahsari, maupun di pinggir jalan yang frekuensi keramaian lalu lintasnya tinggi seperti di sepanjang jalan Kusumanegara dan Gedongkuning ataupun di sepanjang jalan Imogiri. Biasanya, pelaku bisnis handphone selalu mempertimbangkan faktor lokasi ini, karena memang berpengaruh besar terhadap penjualan. Sebagai contoh Best Cellular yang terletak di jalan Kusumanegara, meskipun desain gerainya biasa-biasa saja tetapi lokasinya sangat strategis, dipinggir jalan yang dilalui lalu-lintas yang padat, serta didukung pula oleh tempat parkir yang nyaman sehingga membuat gerainya ramai dikunjungi pembeli sampai sekarang. Contoh lainnya adalah Depok Sport Phone Market, yang terletak di selatan STIE YKPN di daerah Depok. Mulai didirikan pada awal 2007, phone market ini hanya bertahan selama 6 bulan karena sepinya pembeli yang datang. Faktor utama kegagalannya adalah lokasi yang kurang tepat untuk didirikan sebuah phone market.
3. Product Composition Strategy
Komposisi produk disesuaikan dengan target pasarnya dan disesuaikan dengan kemampuan modal finansialnya. Sebagai contohnya adalah gerai Raflesia Mobile Phone yang terletak di Gelael Phone Market, dengan target pasar masyarakat kelas menengah keatas, dibutuhkan modal 100 juta untuk penyediaan inventori handphonenya. Dan inipun hanya tipe-tipe tertentu yang laku di pasaran saja yang tersedia. Ada juga yang product komposisi produknya fokus pada handphone PDA, seperti yang dilakukan gerai Gadget Store di Ambarukmo Phone Market. Mereka hanya menyediakan handphone PDA yang sebenarnya di Yogyakarta merupakan “niche market” dan masih jarang yang menggarap market ini dengan serius. Satu contoh lagi adalah gerai Golden Cellular yang terletak di jalan Urip Sumoharjo, mereka hanya fokus di handphone CDMA terutama buatan China dan Korea. Ada beberapa segmen masyarakat di Yogyakarta yang antusias untuk memakai produk-produk buatan China dan Korea, meskipun tidak mempunyai garansi resmi di Indonesia, tetapi konsumen mendapatkan fitur yang lebih banyak dalam sebuah handphone dibandingkan dengan handphone CDMA yang bergaransi resmi. Sebagai contoh produk Cross CG36 buatan China yang dijual 1,5 juta, tipe ini sudah menyediakan fitur double simcard GSM-CDMA on, MP4, MMC 1 Giga, dan TV Tuner. Bandingkan dengan produk keluaran Samsung SGH W579 yang di bandrol dengan harga 2,6 juta. Meskipun garansinya terbatas hanya garansi toko dan tidak ada cadangan spare part, tetapi sebagian masyarakat masih antusias untuk membeli handphone-handphone keluaran China ini karena memang harganya murah.
4. Promotion Strategy
Ada berbagai channel atau saluran dalam kegiatan promosi ini. Didalam buku Marketing Management 12th ed.,P. Kotler, disebutkan bahwa saluran promosi ini meliputi advertising, sales promotion, events,public relation,personal selling dan direct marketing. Saluran yang sering digunakan oleh pelaku bisnis handphone adalah advertising melalui Koran lokal dan personal selling.
Advertising melalui koran lokal biasanya berbentuk iklan kolom yang mencantumkan tipe handphone dan harganya. Disini biasanya terjadi perang harga, masing-masing counter ingin menunjukkan bahwa harga mereka yang paling murah meskipun terkadang harga yang dicantumkan tersebut menipu konsumen. Biasanya yang melakukan promosi melalui media Koran lokal ini adalah counter yang terletak di pinggir jalan, sehingga orang perlu tahu alamatnya dan dengan mencamtumkan harga murah sehingga konsumen diharapkan tertarik untuk datang ke counter tersebut. Pada tahun 2005 sampai awal 2008, promosi melalui media Koran lokal cukup efektif mendatangkan konsumen karena pada saat itu harga iklan untuk 1 kolom ukuran 100 mm masih 2,6 juta untuk 10 kali tampil, sedangkan sekarang harganya sudah naik menjadi 3,4 juta per 10 kali tampil, dan sekarang masyarakat cenderung mencari gerai handphone yang lokasinya lebih dekat dari tempat tinggalnya karena faktor biaya transportasi yang mahal. Kecenderungan yang lain adalah masyarakat makin terbiasa untuk membeli handphone di Phone Market yang memang menyediakan berbagai jenis produk dan bisa membanding-bandingkan harga dari beberapa gerai handphone yang ada disana. Saat ini di berbagai tempat berdiri Phone Market baru, seperti di Yogyakarta bagian selatan, sekarang muncul Jogjatronik dan Beringharjo Phone Market, Yogyakarta barat ada Borobudur Phone Market, dan Yogyakarta timur ada Gelael Phone Market.
Saluran promosi yang lain adalah direct selling. Disini masing-masing karyawan counter dituntuk untuk bisa menjelaskan fitur dan penggunaan produk ke konsumennya, sehingga konsumen mengetahui berbagai fitur yang ada dalam sebuah tipe produk. Seorang sales counter yang baik, mampu mengetahui produk yang diinginkan konsumennya dengan harga yang sesuai kemampuan konsumen, sehingga seorang konsumen merasa mendapatkan “value” lebih dan akhirnya menjadi loyal.


D. Kesimpulan
Differentiate or Die, merupakan realita yang dihadapi pelaku bisnis handphone saat ini. Perubahan perilaku konsumen menuntut setiap pelaku bisnis untuk selalu bisa menyesuaikan perubahan perilaku konsumennya. Satu contohnya adalah gerai Golden Sellular di jalan Urip Sumoharjo, sebelumnya counter ini sangat ramai pembelinya karena pada saat itu konsumen banyak yang ingin mempunyai handphone CDMA, sedangkan dipasaran, handphone yang dijual oleh vendor resmi masih relatif sedikit pilihannya dan harganya mahal. Contohnya pada tahun 2005, handphone CDMA hanya dikeluarkan oleh Samsung (SGH C388) dan Nokia (tipe 2280, 2112 dan 2116). Yang paling murah adalah Nokia seri 2280 yang pada saat itu harganya 600 ribuan, bandingkan dengan produk keluaran China yang harganya hanya sekitar 300 ribuan dengan fitur produk yang sama. Namun saat ini, dimana produk dari vendor bergaransi resmi dengan harga murah telah banyak tersedia di pasaran, gerai handphone tersebut lambat laun mengalami penurunan penjualan yang cukup drastis. Ketika kondisi pasar berubah, dia tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan pasar sehingga ditinggalkan konsumennya.
Saat ini beberapa pelaku bisnis sudah menyadari pentingnya fokus pada satu target pasar tertentu dan berusaha selalu mengikuti perubahan yang terjadi. Apa yang dilakukan oleh Brother Group dengan strategi low price dan fokus di handphone bekas, ataupun apa yang dilakukan Visitel dengan strategi fokus pada segmen pasar middle up dengan menerapkan desain counter yang nyaman dan eksklusif, serta variasi tipe handphone yang sangat beragam mulai dari Nokia, Sony Ericsson, BenQ-Siemens, Motorola,Samsung sampai merk lokal seperti Beyond dan AnyCool. Mereka berusaha memuaskan target market mereka masing-masing dan tetap berusaha mengikuti perubahan yang terjadi pada perilaku segmen pasarnya.

2 komentar: